Langsung ke konten utama

Persinggahanku | Part of Promise

​“Kamu tau gak kalo aku suka Bunga Mawar?” tanya Ann tiba-tiba dengan sedikit berteriak, karena suara angin dan jalanan, membuat suaranya tidak mudah didengar oleh Dimas, yang sedang mengemudikan motornya.


“Apa? Bunga Mawar? Sejak kapan?” tanya balik Dimas dengan nada yang sama.


Ann lebih mendekatkan telinganya ke depan.

“Iya! Nanti, tolong bawain aku Bunga Mawar ya. Dipikir-pikir kamu gak pernah kasih aku Bunga.”


Dimas melirik ke kaca spion kirinya. “Maaf ya aku gak tau kamu suka Bunga Mawar. Kamu mau dibawain kapan?”


“Kalo aku udah gak ada di dunia,” jawab Ann yang membuat Dimas memperlambat laju motornya.


Ann melanjutkan perkataannya, “nanti pegangnya hati-hati ya! Kamu kan ceroboh. Jangan sampe kamu kena durinya. Kalo sampe tangan kamu berdarah gara-gara duri Bunga Mawar, aku bakal marahin dia! Hahaha,” tawa Ann sambil mengencangkan lengannya yang melingkar di pinggang Dimas.


Bahu Dimas dijadikannya tumpuan dagu. Ann tersenyum sambil memejamkan matanya.


“Kenapa kamu masih bisa ketawa? Di saat hati aku sakit banget dengernya,” ucap Dimas dengan nada lirih.


Mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. Kafe dengan nuansa taman outdoor favorit mereka.


Setelah Dimas memesan menu, ia berjalan menghampiri Ann yang duduk di sofa sambil menatap langit yang hari ini sangat biru.


“Kenapa kamu sakit dengernya?” tanya Ann, “Anyway, tolong kamu ceritain keseharian kamu yang selalu bikin kamu pusing kayak biasa ke aku ya, nanti.”


Dimas menatap lurus ke dalam mata Ann, yang tidak berani menatap matanya.


“Kamu bisa tolong berhenti gak?” pinta pria itu.


Dengan cepat Ann menggelengkan kepalanya, “enggak. Kamu harus tau hal-hal yang harus kamu lakuin, kalo mau dateng ke peristirahatanku nanti.”


“Annetta. Aku gak mau denger. Cukup.”


“Aku akan tetap ngomong. Kalo nanti ada orang yang gantiin aku, boleh tolong ajak dia ke tempatku? Aku mau liat, dia pasti cantik. Setelah itu kamu boleh gak dateng lagi, aku ngerti.” Ann sangat keras kepala. Walaupun ia tahu kalau Dimas sudah memanggil namanya dengan jelas, itu artinya dia marah.


Tapi bagi Ann, ini penting.


————————————————————


Dimas menjauhkan telapak tangannya dari mata Ann, yang sedari tadi ia tutupi.


“Kebun Bunga Mawar. Belum bisa aku beli sih, baru bisa aku booking seharian buat kita,” ucap Dimas.


Ann menautkan alisnya. “Aku bilang kan nanti, kalo kamu mau ke peristirahatanku. Lagian, kamu cukup bawa satu tangkai.”


Di luar ekspetasi Dimas. Pria itu kira mata wanitanya akan berbinar-binar saat melihat kebun bunga kesukaannya. Ternyata sebaliknya.


Ia menghela nafas pelan, kemudian berkata, “enggak! Gak ada tempat peristirahatanmu untuk sekarang. Kalo mau istirahat ya sama aku aja, di sampingku. Itu tempatmu.”


“Terus kenapa harus satu tangkai kalo kita bisa punya seribu tangkai?” lanjutnya.


Ann menggenggam tangan Dimas dengan lembut.


“Dim, setiap pertemuan pasti ada perpi-“


Belum selesai Ann berbicara, Dimas langsung menyangkalnya, “Aku gak mau denger. Emang kamu doang yang punya kepala batu, hah? Aku juga punya. Batuku lebih keras. Batumu apa?”


Ann melepaskan genggaman tangannya, lalu menghela nafas kasar.


“Tuh, mulai! Malah bahas batu. Kan kita harus jag-“


“La la la la, la la la la, aku gak denger! Aku gak denger! Aku gak mau denger!” elak Dimas sambil menutup kedua telinganya dengan tangan.


“Aku aamiinin, boleh?”


Ia langsung menjauhkan tangannya, “eh! Jangan dong.”


Mereka tertawa bersama. Lupa kalau sedang berdebat.


————————————————————


Suara monitor kecil samping ranjang Ann membuat jantung Dimas berdegup cepat.


Dia mendekati Ann, berusaha membisikkan sesuatu di telinga wanita itu.


“Annetta. Ayo buka matanya, kamu gak boleh pejamin mata sama Dokter. Ayo bangun Ann. Ann, kalo kamu bangun, aku turutin semua kemauan kamu, kecuali pergi ninggalin aku.” Tak terasa air mata membasahi pipinya.


“Itu artinya bukan semua.” Sebuah suara mirip Ann membuatnya membulatkan mata.


“Ann?”


“Lama banget sih ketidurannya. Aku mau bangunin gak enak, kamu keliatan lelap banget.”


“Aku ketiduran kah?”


Ann mengangguk, “sampe ngigo!”


“Aku turutin semua kemauan kamu, kecuali pergi ninggalin aku,” ucap Ann menirukan gaya bicara Dimas tadi.


“Itu artinya bukan semua dong dodol,” lanjutnya menyibir Dimas.


Dimas masih menatap bingung wanita di sampingnya itu. Taman? Bukannya tadi dia ada di dalam ruang rawat inap rumah sakit?


Bukannya Ann tadi sedang koma pasca operasi?


“Ann, kamu suka Bunga Mawar?” tanya Dimas.


“Hah?” Ann menautkan alisnya. “Aku suka Bunga Lily! Siapa yang suka Bunga Mawar?! Siapa? Kamu ada cewek lain ya?!”


Dengan cepat Dimas menarik Ann ke dalam pelukannya.


Dia memeluk Ann sangat erat. “Ann, syukurlah aku cuma mimpi!”


“Mimpi apa??? Jawab dulu pertanyaan aku tadi, siapa yang suka Bunga Mawar?!”


Ann memaksa melepaskan pelukannya.


“Ann, kamu sehat kan?”


Tingkah laku Dimas setelah bangun tidur sangat membuat Ann bingung.


“Kamu yang sakit! Tiba-tiba nebak aku suka Bunga Mawar. Padahal aku sukanya Bunga Lily! Siapa yang kamu mimpiin, hah?”


Tidak menggubrisnya, Dimas kembali menarik Ann ke dalam pelukannya.


“Ann, I love you! I love you more! I love you more and more! I love you the most!” seru Dimas.


“Dimas, kamu selingkuh ya?” bisik Ann.


Dimas tidak bisa menjelaskan tentang mimpinya kepada Ann, yang jelas dia sangat bahagia karena itu hanya mimpi. Dia tidak akan pernah membiarkan Ann pergi. Karena dia sangat mencintainya.



- SELESAI -




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Not Fine.

     Sudah satu minggu sikapmu berubah menjadi  dingin dengan sangat tiba-tiba. Akhir-akhir ini kamu memang sering menghabiskan waktu bersama dengan temanmu, dibanding denganku. Aku menjadi khawatir, biasanya kamu tidak bersikap begini, kamu selalu ceria dan humoris.     Aku sebenarnya takut, takut hubungan kita berakhir. Tapi sikap dinginmu benar-benar membuatku bingung, membuatku sedih dan sakit. Seperti saat ini ketika aku duduk di hadapanmu dan kamu justru menatapku dengan dingin. Bahkan menurutku segelas cangkir americano yang kini sedang kamu aduk dengan sendok lebih menarik daripada aku.     "Kamu lagi ada masalah?" tanyaku dengan tatapan nanar.     Kamu menggelengkan kepalamu dan tersenyum. Senyumanmu sangat dingin dan kaku. Aku melihat kamu berbeda, sudah tidak lagi seperti dulu. Aku benar-benar bingung harus bersikap seperti apa sekarang.  Kamu tidak baik-baik saja, kamu menyimpan rahasia dariku, ya? Ada yang kamu sembunyi...

Asing

 "Andre, kamu liat kacamata aku gak?" tanya seorang wanita dengan panik, sambil menutup pintu mobil. Dia menyapu pandangannya ke seluruh sisi mobil, beberapa kali melihat ke kursi belakang, berharap dapat menemukan kacamata yang dicarinya itu. Sedangkan seorang pria yang sedang duduk di balik kursi pengemudi hanya tertawa kecil sambil terus melihat ke layar ponselnya. "Kamu kok malah cengengesan sih? Bukannya bantuin, malah main hp terus," protes wanita itu. Pria itu tiba-tiba menyentuh puncak kepala wanitanya. "Kacamata di kepala aja lupa," ucapnya sambil menurunkan kacamata yang sedari tadi bertengger di kepala wanita itu. Wanita itu terkejut dan tertawa, "Hahaha, sumpah kok aku gak sadar ya?" Dia melihat dirinya di pantulan kaca spion mobil. "Kebiasaan kamu kan, pelupa." Wanita itu tersenyum lebar menatap pria di sampingnya, Pria itu membalas senyumannya sambil menatap dalam mata indah wanita cantik itu. "Dre?" seseorang me...

Selamat ya, kamu hebat!

      Hari ulang tahun adalah hari yang ditunggu semua orang. Apalagi kalau orang itu memiliki banyak teman di sekitarnya. Seperti aku, aku adalah pengurus OSIS di SMA ku. Dan hari ini, tanggal 16 Januari aku berulang tahun. Aku senang karena aku memiliki banyak teman, aku juga senang karena memiliki seorang kekasih yang sangat peduli padaku. Sikapnya yang dingin kepada semua orang itu tidak berlaku untukku. Setiap hari ia selalu menggenggam tanganku, bertanya bagaimana perasaanku hari itu, apa saja hal yang menarik yang terjadi pada hari itu.     Jam dinding di ruang OSIS menunjukkan pukul 5 sore. Aku masih menunggu dia disini sampai dia menyelesaikan kelasnya. Teman-temanku yang lain sudah pamit setelah memberiku kejutan istimewa. Aku menatap layar ponselku, membuka kuncinya, mematikan layarnya, membuka kuncinya lagi, mematikan layarnya lagi, berulang-ulang entah sampai berapa kali. Aku menunggu pesan darinya.     Kini jam sudah menunjukkan pukul 6 s...