Langsung ke konten utama

Haruskah Aku Menyerah?

 Pernah gak kamu bertemu seseorang yang sangat kamu yakini ketika suatu saat kamu kehilangan dia, mungkin kamu tidak bisa bertemu seseorang seperti dia lagi?


Iya, misalnya kamu pernah tinggal di sebuah rumah yang sangat membuatmu nyaman, tapi rumah itu bukan milikmu, kamu hanya penyewa atau pihak kedua. Kemudian suatu hari pihak pertama atau si pemilik rumah asli itu memintamu untuk pindah dari rumahnya, dan ketika kamu pindah dari rumah itu kamu tidak bisa menemukan rumah senyaman rumah itu.


Ini kali pertama dalam hidupku, bertemu seseorang yang aku yakini ketika aku melepaskan dia aku pasti tidak akan bisa bertemu orang seperti dia lagi. Semua bermula dari kekonyolan teman-temanku di kampus, mereka merencanakan 'Blind Date' untukku, kata mereka ya karena aku masih saja jomblo di tahun terakhir kuliahku. Padahal aku sendiri tidak masalah dengan hal itu. Karena bagiku, pertemuan dan jatuh cinta itu bukan sebuah kebetulan, semua perlu proses yang panjang.


Aku tidak menerimanya, tapi bukan berati aku menolak. Aku mengiyakan karena aku pikir dengan begitu pasti mereka akan berhenti menyusun kencan buta untukku, karena ini sudah ketiga kalinya. Lagipula ini tahun terakhirku kuliah, tidak ada salahnya mencoba.


Tepat pada malam minggu, mereka mengatur waktu dan tempat kencan butaku. Aku datang lebih dulu dengan baju casual, sama sekali tidak pusing ketika memilih pakaian untuk datang kesini. Kedai kopi di sebuah Jakarta Selatan, memang lumayan ramai ketika malam, katanya tempat itu mempunyai sisi romantis dan juga pemandangan luar yang indah, jadi mereka memilih tempat itu untuk kencan butaku.


Aku menunggu di kursi yang berada di dekat jendela, yang menampilkan pemandangan jalanan malam yang sangat cantik. Sambil sesekali menatap pintu kedai kopi untuk menebak seperti apa wanita yang akan kencan buta denganku malam itu.


Tak lama seorang wanita dengan menggunakan hijab datang menghampiriku, dan menyebut namaku. Awalnya aku tidak percaya kalau wanita itu ternyata teman kencan butaku malam itu.


Aku pikir itu hanya sebuah pertemuan biasa, aku juga berpikir kita tidak pernah bertemu lagi setelah kencan buta. Tapi ternyata aku salah, beberapa kali tanpa sengaja aku bertemu dengannya. Entah di kampus ataupun di luar kampus.


Sampai pada akhirnya hari wisudaku tiba. Tanpa sadar aku mengundangnya untuk datang menghadiri wisudaku. Tentunya dia datang, karena sahabatnya juga ada yang seangkatan denganku. Kemudian aku merasa kalau kencan buta kali ini adalah kencan buta yang sudah ditakdirkan semesta. Semua pertemuan tanpa sengaja kami bukan sebuah kebetulan, itu semua rencana semesta.


Ingin rasanya melangkah lebih jauh dan serius dengan wanita itu, tapi aku ingat satu hal. Kami berbeda keyakinan, aku bingung apa langkah yang harus kuambil selanjutnya setelah aku sudah tidak berada di tempat yang sama dengannya.


Hatiku berkata jangan pernah melepaskan dia, tapi aku tetap delima karena perbedaan keyakinan kita. Aku meminta saran temanku, dia memberitahuku bahwa, "seorang wanita Islam harus menikah dengan pria Islam, kalau kamu memang mau serius dan  melangkah lebih jauh bersamanya. Kamu harus masuk Islam."


Darisitu aku semakin delima. Masa iya aku melepaskan Tuhanku hanya karena seorang wanita yang baru kutemui dan membuatku jatuh cinta?


Akhirnya aku mengajaknya bertemu berdua, untuk meyakinkan perasaanku. Aku bertanya padanya, menurut dia aku bagaimana. Katanya, aku pria yang baik, sangat baik. Tapi dia tidak bisa menaruh seluruh hati, perasaan dan juga harapannya padaku. Tentu, karena kami berbeda keyakinan, dan dia lebih memilih Tuhannya dibanding diriku.


Aku menatap matanya dalam. Benar-benar bimbang sampai aku bingung langkah apa yang harus kutempuh. Sering terbesit di pikiranku, haruskah aku menyerah saja sampai sini? Tapi, aku yakin aku tidak akan pernah bertemu orang seperti dia lagi nantinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Not Fine.

     Sudah satu minggu sikapmu berubah menjadi  dingin dengan sangat tiba-tiba. Akhir-akhir ini kamu memang sering menghabiskan waktu bersama dengan temanmu, dibanding denganku. Aku menjadi khawatir, biasanya kamu tidak bersikap begini, kamu selalu ceria dan humoris.     Aku sebenarnya takut, takut hubungan kita berakhir. Tapi sikap dinginmu benar-benar membuatku bingung, membuatku sedih dan sakit. Seperti saat ini ketika aku duduk di hadapanmu dan kamu justru menatapku dengan dingin. Bahkan menurutku segelas cangkir americano yang kini sedang kamu aduk dengan sendok lebih menarik daripada aku.     "Kamu lagi ada masalah?" tanyaku dengan tatapan nanar.     Kamu menggelengkan kepalamu dan tersenyum. Senyumanmu sangat dingin dan kaku. Aku melihat kamu berbeda, sudah tidak lagi seperti dulu. Aku benar-benar bingung harus bersikap seperti apa sekarang.  Kamu tidak baik-baik saja, kamu menyimpan rahasia dariku, ya? Ada yang kamu sembunyi...

Asing

 "Andre, kamu liat kacamata aku gak?" tanya seorang wanita dengan panik, sambil menutup pintu mobil. Dia menyapu pandangannya ke seluruh sisi mobil, beberapa kali melihat ke kursi belakang, berharap dapat menemukan kacamata yang dicarinya itu. Sedangkan seorang pria yang sedang duduk di balik kursi pengemudi hanya tertawa kecil sambil terus melihat ke layar ponselnya. "Kamu kok malah cengengesan sih? Bukannya bantuin, malah main hp terus," protes wanita itu. Pria itu tiba-tiba menyentuh puncak kepala wanitanya. "Kacamata di kepala aja lupa," ucapnya sambil menurunkan kacamata yang sedari tadi bertengger di kepala wanita itu. Wanita itu terkejut dan tertawa, "Hahaha, sumpah kok aku gak sadar ya?" Dia melihat dirinya di pantulan kaca spion mobil. "Kebiasaan kamu kan, pelupa." Wanita itu tersenyum lebar menatap pria di sampingnya, Pria itu membalas senyumannya sambil menatap dalam mata indah wanita cantik itu. "Dre?" seseorang me...

Selamat ya, kamu hebat!

      Hari ulang tahun adalah hari yang ditunggu semua orang. Apalagi kalau orang itu memiliki banyak teman di sekitarnya. Seperti aku, aku adalah pengurus OSIS di SMA ku. Dan hari ini, tanggal 16 Januari aku berulang tahun. Aku senang karena aku memiliki banyak teman, aku juga senang karena memiliki seorang kekasih yang sangat peduli padaku. Sikapnya yang dingin kepada semua orang itu tidak berlaku untukku. Setiap hari ia selalu menggenggam tanganku, bertanya bagaimana perasaanku hari itu, apa saja hal yang menarik yang terjadi pada hari itu.     Jam dinding di ruang OSIS menunjukkan pukul 5 sore. Aku masih menunggu dia disini sampai dia menyelesaikan kelasnya. Teman-temanku yang lain sudah pamit setelah memberiku kejutan istimewa. Aku menatap layar ponselku, membuka kuncinya, mematikan layarnya, membuka kuncinya lagi, mematikan layarnya lagi, berulang-ulang entah sampai berapa kali. Aku menunggu pesan darinya.     Kini jam sudah menunjukkan pukul 6 s...