Langsung ke konten utama

Ketika Dia Jatuh Cinta

Hari ini Abangku bercerita tentang dirinya yang akhir-akhir ini merasakan perasaan aneh. Rasanya seperti banyak kupu-kupu di dalam perutnya. Ini kali pertama Abangku merasakan ini, umurnya sudah 20 tahun.

"Itu namanya cinta Bang," kataku sambil terkekeh dan menyenggol lengannya.

Terlihat sekali ia salah tingkah dan wajah bersihnya memerah.

"Enggak mungkin, dia kan temen gue dari kecil." Abang terus mengelak kalau itu cinta, wajar biasanya ia hanya suka sama wanita paling lama seminggu.

Setelah itu saat ditanya,
"Gimana Bang perkembangan rasa suka Abang ke dia?"

Pasti Abang jawabnya, "Gimana apanya? Udah enggak suka, dia soalnya bla bla bla."

Intinya Abang itu gampang banget hilang perasaan ke cewek, karena tipe Abang yang melangit.

Iya, Abang mendambakan sosok wanita yang sempurna, seperti Ibu. Wajar saja tidak pernah bertemu, wanita sempurna seperti Ibu hanya satu, ya Ibu sendiri. Aku saja bukan golongan wanita sempurna seperti Ibu, katanya.

Tapi kali ini sangat unik. Beberapa kali si wanita melakukan hal yang tidak disukai Abang, tapi Abang justru tidak memperdulikan itu. Wanita itu juga jauh dari tipe Abangku.

"Cinta itu tumbuh karena terbiasa," ucapku asal. Mana paham aku soal cinta? Hidup 18 tahun saja aku belum merasakan cinta yang sesungguhnya. Hehe maaf maksudnya aku belum pernah menjalin cinta, suka sama lawan jenis sering, tapi setelah itu aku sadar diri dan mulai mundur perlahan. Alhamdulillah sih terhindar dari pacaran, tapi Sebenarnya pacaran itu hanya status, kegiatannya yang membuat kita berdosa. Paham tak? Yasudah takpapa.

Lanjut saja kisah Abangku ini.

"Tapi kita temenan udah 10 tahun, kenapa gue baru ngerasain ini?" tanyanya.

Aku bergumam, "Mungkin, ini tanda dari Allah kalau Abang harus mulai serius menata hidup."

"Jadi selama ini Abang gak serius?"

Kata 'gue-elo' pun berubah menjadi 'Abang' hehe.

"Bukan gitu Bang, maksudku Abang harus menyiapkan diri untuk berkeluarga. Cinta itu gak salah. Cinta itu fitrah, yang salah itu cara anak muda membuktikan cinta, biasanya dengan pacaran. Itu yang salah Bang."

"Tapi Abang belum siap berkeluarga Dek, Abang mau fokus kuliah sama kerja dulu. Bahagiain kamu, terus bahagiain diri Abang sendiri."

Aku tersenyum. Abang benar, gak salah sih Abang bilang begitu. Karena Abang hanya punya aku, dan aku pun hanya punya Abang. Ayah dan Ibu kami telah berpulang kepada Sang Pencipta dua tahun yang lalu.

"Tapi Abang khawatir, khawatir gak bisa nahan perasaan ini, Abang takut persahabatan Abang pecah." Wajah Abang terlihat sekali gelisahnya.

3 tahun yang lalu, aku pernah bilang sama Abang, kalau tidak ada persahabatan antara pria dan wanita yang murni, salah satu di antara mereka pasti ada yang berkhianat, suka sama sahabatnya sendiri. Mungkin itu si pria atau si wanita, atau mungkin dua-duanya.

Perasaan itu tidak selalu membuat persahabatan lawan jenis terpecah, yang membuat terpecah adalah ketika salah satu di antara mereka mengetahui perasaan itu, dan mereka saling takut kehilangan, mereka justru membuat jeda di antara mereka sendiri, dan jeda itu yang membuat perpecahan.

"Ikhlaskan atau tinggalkan ya?" tanya Abang.

"Sama aja dong!" protesku sambil tertawa.

"Halalkan atau tinggalkan," kataku membenarkan.

"Enggak, Abang kan belum siap menghalalkan." Abang mengusap wajahnya. Kerutan dahinya sangat mudah terbaca kalau Abang masih gelisah.

Ternyata Abangku terlihat lucu kalau sedang jatuh cinta. Dasar virus merah jambu kamu hebat dapat membuat Abangku yang tegas menjadi sangat menggemaskan, Hahaha.

Komentar

  1. Abangnya lucu, boleh buat aku? 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan datangi imajinasiku hehe sesungguhnya di kenyataan saya juga tidak punya abang :")

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Not Fine.

     Sudah satu minggu sikapmu berubah menjadi  dingin dengan sangat tiba-tiba. Akhir-akhir ini kamu memang sering menghabiskan waktu bersama dengan temanmu, dibanding denganku. Aku menjadi khawatir, biasanya kamu tidak bersikap begini, kamu selalu ceria dan humoris.     Aku sebenarnya takut, takut hubungan kita berakhir. Tapi sikap dinginmu benar-benar membuatku bingung, membuatku sedih dan sakit. Seperti saat ini ketika aku duduk di hadapanmu dan kamu justru menatapku dengan dingin. Bahkan menurutku segelas cangkir americano yang kini sedang kamu aduk dengan sendok lebih menarik daripada aku.     "Kamu lagi ada masalah?" tanyaku dengan tatapan nanar.     Kamu menggelengkan kepalamu dan tersenyum. Senyumanmu sangat dingin dan kaku. Aku melihat kamu berbeda, sudah tidak lagi seperti dulu. Aku benar-benar bingung harus bersikap seperti apa sekarang.  Kamu tidak baik-baik saja, kamu menyimpan rahasia dariku, ya? Ada yang kamu sembunyi...

Asing

 "Andre, kamu liat kacamata aku gak?" tanya seorang wanita dengan panik, sambil menutup pintu mobil. Dia menyapu pandangannya ke seluruh sisi mobil, beberapa kali melihat ke kursi belakang, berharap dapat menemukan kacamata yang dicarinya itu. Sedangkan seorang pria yang sedang duduk di balik kursi pengemudi hanya tertawa kecil sambil terus melihat ke layar ponselnya. "Kamu kok malah cengengesan sih? Bukannya bantuin, malah main hp terus," protes wanita itu. Pria itu tiba-tiba menyentuh puncak kepala wanitanya. "Kacamata di kepala aja lupa," ucapnya sambil menurunkan kacamata yang sedari tadi bertengger di kepala wanita itu. Wanita itu terkejut dan tertawa, "Hahaha, sumpah kok aku gak sadar ya?" Dia melihat dirinya di pantulan kaca spion mobil. "Kebiasaan kamu kan, pelupa." Wanita itu tersenyum lebar menatap pria di sampingnya, Pria itu membalas senyumannya sambil menatap dalam mata indah wanita cantik itu. "Dre?" seseorang me...

Selamat ya, kamu hebat!

      Hari ulang tahun adalah hari yang ditunggu semua orang. Apalagi kalau orang itu memiliki banyak teman di sekitarnya. Seperti aku, aku adalah pengurus OSIS di SMA ku. Dan hari ini, tanggal 16 Januari aku berulang tahun. Aku senang karena aku memiliki banyak teman, aku juga senang karena memiliki seorang kekasih yang sangat peduli padaku. Sikapnya yang dingin kepada semua orang itu tidak berlaku untukku. Setiap hari ia selalu menggenggam tanganku, bertanya bagaimana perasaanku hari itu, apa saja hal yang menarik yang terjadi pada hari itu.     Jam dinding di ruang OSIS menunjukkan pukul 5 sore. Aku masih menunggu dia disini sampai dia menyelesaikan kelasnya. Teman-temanku yang lain sudah pamit setelah memberiku kejutan istimewa. Aku menatap layar ponselku, membuka kuncinya, mematikan layarnya, membuka kuncinya lagi, mematikan layarnya lagi, berulang-ulang entah sampai berapa kali. Aku menunggu pesan darinya.     Kini jam sudah menunjukkan pukul 6 s...