Namaku April Shalsabila, umur 17 tahun. Kelas 2 SMA. Hobiku bermain gitar, dan mendengarkan musik indie.
"Pril, pulang sekolah ada pertandingan futsal disini. Mau nonton gak?" tanya Melani, sahabatku.
"Gak minat, aku mau latihan," jawabku.
Melani mendekat ke arahku, lalu merangkul.
"Kamu gak bosen jomblo mulu?"
"Kamu gak bosen jomblo mulu?"
Aku mengerutkan dahi, untuk apa dia bertanya seperti itu? Aku bukan jomblo. Tapi memilih untuk sendiri, aku nyaman dengan kesendirianku ini. Lebih bebas, tidak terikat apapun.
"Hari ini yang main ganteng-ganteng tauu."
Aku menggelengkan kepala, tetap tidak.
Aku tidak tertarik menonton permainan futsal. Hm, aku tidak suka melihat laki-laki bermain futsal. Ada kejadian yang membuat aku trauma, terjadi sama Abangku.
Aku tidak tertarik menonton permainan futsal. Hm, aku tidak suka melihat laki-laki bermain futsal. Ada kejadian yang membuat aku trauma, terjadi sama Abangku.
"Gak deh Mel, aku duluan ya," pamitku.
"Prilll, yahh. Gak seru kamu!"
Sambil berjalan keluar gedung sekolah. Aku memasang earphone di kedua telingaku. Mendengarkan musik di sore-sore seperti ini sangat menenangkan, apalagi di jalan nanti anginnya pasti sepoi-sepoi. Ditambah langit yang hadir bersama senja.
Aku biasa pulang menaiki bus. "Permata," ucapku pada kondektur.
Bus di jam-jam seperti ini memang ramai. Karena berbarengan dengan para karyawan-karyawan yang pulang kerja.
Aku harus berdiri, karena semua bangku penuh. Sambil berdiri, aku menatap ke luar jendela bus. Senja sudah mulai menampakkan dirinya. Sangat indah, ingin ku foto rasanya, tapi tidak mungkin, pasti blur. Juga kaca bus yang sedikit kotor dan buram.
Kali ini ku abadikan lewat lensa mata saja.
"Dek, silahkan duduk. Saya bentar lagi sampai," ujar seorang pria muda yang mengenakan pakaian kantor.
"Terimakasih Mas," ucapku.
Aku duduk di tempat Pria tadi, tepat di dekat cermin. Di sebelahku sudah ada cowok yang sedang asik memejamkan mata sambil memakai headset.
Cowok di sampingku ini kenapa dia memakai seragam yang sama denganku? Tapi aku tidak pernah melihat dia sebelumnya.
Bagas. Aku baca bed nama yang menempel di bajunya. Lalu aku lihat bed kelas yang ada di lengannya, XII.
Hm, pantas saja aku tidak mengenalinya. Dia kakak kelasku. Tapi, aku baru sadar. Cowok di sebelahku ini mempunyai warna kulit yang cerah. Kenapa dia putih sekali? Padahal cowok, sedangkan aku? Huft, sepertinya dia rajin mengurus diri. Tidak seperti aku.
Aku mengalihkan tatapanku, pada langit dari balik kaca. Mengesankan, aku suka sekali saat-saat seperti ini. Andai kaca bus dapat diturunkan atau dibuka. Baiklah, jangan sampai pemandangan indah ini terlewat, aku hanya harus menatapnya. Jangan sampai hilang.
Rasanya nyaman saja, jalanan ibukota seperti diiringi senja dan lagu yang kuputar di ponselku. Aku merasa damai, walaupun bus yang jalannya tidak selalu lurus.
Tak terasa, aku tertidur, kepalaku bersandar pada bahu cowok di sampingku. "Astaga, aku harus turun," panikku.
"Ini sudah sampai mana?" tanya cowok di sampingku.
"Permata," ujar sang kondektur.
Aku mengangguk, "Permisi."
"Tunggu, aku juga turun Permata."
Kenapa musti tunggu? Lalu apa urusanku kalau dia juga turun di Permata?
"Rumahmu di dalam Permata?" tanyanya.
"Iya."
"Kita jalan bareng aja, rumahku juga di dalam Permata."
Kenapa harus bareng? Aku bisa jalan sendiri.
"Tunggu." Cowok itu berjalan di sampingku.
"Bagas." Dia mengulurkan tangannya.
"April."
Suara petir tiba-tiba muncul. Dan hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. "Neduh dulu, April." Ia menarikku berteduh di sebuah pos kecil.
Bukan, bukan pos satpam. Di perumahan Permata memang ada banyak tempat seperti ini di tepi jalannya. Sekadar untuk berteduh, atau beristirahat.
"April gak bawa payung?"
Aku menggelengkan kepala, "Nggak."
Ia menggesekkan kedua telapak tangannya. "Dingin ya, hujannya tiba-tiba deras."
Aku mengangguk.
"Oh iya, kamu satu sekolah denganku?" Ia menoleh bed di lenganku, "oh kelas 11?"
Aku mengangguk, lagi.
"Pantas kita nggak pernah bertemu."
"Mungkin kita pernah bertemu gak sengaja, hanya kitanya saja yang tidak sadar," kataku.
Entahlah, kenapa aku berbicara seperti itu. Sepertinya Bagas tidak terlihat berbahaya.
Aku tersenyum, tiba-tiba aku teringat ocehan Melani soal jomblo. Kenapa aku tiba-tiba tertarik untuk membuka hati? Padahal baru beberapa jam bertemu Bagas.
Langit gelap karena hujan tidak terlihat disebabkan malam. Aku tidak terbayang akan merasakan hal seperti ini. Berdua meneduh dengan seorang cowok yang baru saja kukenal, ternyata Kakak kelasku.
"Kayaknya hujannya awet," kata Bagas.
"Hm."
"Kalau hujan seperti ini, biasanya apa yang kamu lakukan?" tanya Bagas.
Mendengarkan musik sambil bermain gitar. Ditemani Hot Choco. Mantappp.
"Hey! April! Kenapa bengong?"
"Hah?" Aku mengerjapkan mataku. "yang aku lakukan kalau hujan seperti ini biasanya, minum Hot Choco, sambil dengerin musik."
"Musik apa yang sering kamu dengar?"
"Hm, aku suka indie."
Bagas melebarkan matanya. "Serius?"
"Hehe, maaf ya. Aku emang aneh, katanya."
"Enggak, enggak. Justru kamu menarik. Dari dulu aku pengen banget deket sama cewek yang suka indie. Karena aku juga suka indie. Biar pas gitu ngobrolnya."
Aku tidak percaya. Tolong cubit pipiku, atau tampar aku sekarang. Ini semua seperti mimpi.
"Kamu suka lagu siapa?" tanyanya.
"Fiersa, Danilla, hm banyak sih."
"Oh ya? Aku suka April," ujarnya yang membuatku terkejut.
Jantungku berdegup kencang. Tunggu, mungkin yang dimaksud Bagas itu April lagunya Fiersa Beshari.
"Aku suka Celengan Rindu."
"Kamu tau lagunya yang lagi naik daun?"
Aku mengangguk, "Waktu Yang Salah?"
Bagas tersenyum.
"Bukan ini yang kumau," ujarnya.
Aku terdiam, mencerna kata-katanya. Ah, baik. Itu lagu Fiersa Beshari.
Apa aku lanjutkan saja?
"Lalu tuk apa kau datang?"
"Rindu tak bisa diatur."
"Kita tak saling mengerti."
"Kau dan aku menyakitkan." Aku menatapnya.
Ia terkekeh, "Jadian yuk."
HAH? Aku tercengang.
"April."
"April."
"April."
"April."
"Hm?"
Aku membuka mataku, dimana aku? Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar. Astaga. AKU DI DALAM BUS!!!
"Saya pikir neng April mau menginap di bus. Busnya sudah sampai di terminal."
"APA?"
Pria paruhbaya itu mengangguk.
"Bapak tau nama saya darimana?"
"Bed nama eneng."
Baiklah, astagaaa. "Makasih Pak."
Sial, aku ketiduran dan sekarang di terminal?
Aku harus balik lagi jauh. Haduh dasar kau April!
Aku harus balik lagi jauh. Haduh dasar kau April!
"Pak, maaf numpang tanya."
"Apa neng?"
"Cowok yang duduk di samping saya kemana ya?"
"Yang pake seragam sama kayak eneng?"
Aku mengangguk.
"Sudah turun dari tadi neng, di Bulakan kalau tidak salah."
ASTAGA AKU MIMPI TERNYATAAA!!!
Aku mengacak rambutku geram, sial!!!
Komentar
Posting Komentar